Senin, 12 Januari 2009

Melihat Kemacetan Jakarta

Lihat berita di tv ternyata bisa bikin bosen juga. Sekarang beritanya adalah soal serangan Israel ke Gaza, dengan segala tetek-bengeknya. Tiap pindah channel, itu………..melulu beritanya. Belum lagi demo anti-Israel di seluruh dunia. Dan kemaren pagi, waktu ngeliat Nuansa Pagi, gue malah nonton demo anti-Israel yang dilakukan oleh anak-anak SD! OMG! Segitu heboh kah, perang ini sampe anak2 SD ikutan demo?
Gue ngeliatnya jadi kayak kurang kerjaan. Bukannya sok tua (mentang-mentang gue mahasiswa. Hahahaha…………….), tapi anak2 SD tau apa, sih, soal perang Israel? Liat di tv aja, enggak. Paling-paling demo ini gara-gara disuruh sama gurunya. Guru-guru ini juga aneh. Nggak usah lah anak2 kecil dikasih gambaran perang kayak gini. Bukannya nggak mau ngasih pelajaran dini tentang politik ke anak kecil, tapi menurut gue nggak perlu. Soalnya percuma juga, orang udah tau kalau anak2 kecil nggak tau apa2.
Emang, sih, dampak positifnya bisa ngasih tekanan karena berarti kalau sampai anak kecil aja tau, perang ini udah parah banget. Masalahnya kalaupun anak2 kecil ini tau mereka juga taunya hanya dari satu sudut pandang yang mereka terima. Apa yang mereka ketahui tentang latar belakang perang ini? Kalau akhirnya cuma dikompori dengan anggapan ini perang agama, maka itu adalah persepsi yang salah. Dan itulah yang diterima oleh anak2 itu.
Ngomongin anak2, gue jadi inget anak2 sekolah di Jakarta. Heboh berita tentang masuk sekolah jam setengah tujuh, bikin gue pengen ikutan komentar. Sebelum bercuap-cuap, gue merasa bersyukur, nggak tinggal di Jakarta. Jadi meskipun zaman SMA dulu masuknya juga setengah tujuh, gue nggak terlalu menderita. Nggak ada mecet, sih.
Okelah, balik ke peraturan baru. Memang mayoritas menganggap ini sebagai solusi yang menyesatkan. Tetep aja Jakarta macet! Mungkin emang udah takdirnya kalau ibukota ini adalah pusat dari segala kemacetan di Indonesia. Dan dengan masuknya anak2 jam setengah tujuh nggak memberi jawaban terhadap masalah.
Gue melihat sebenernya kebijakan ini akan sama saja, sebab yang namanya berangkat sekolah, tetep aja butuh kendaraan. Otomatis kendaraan akan keluar lebih dulu. Dan kalau semua sekolah menerapkan itu, bukannya sama aja? Kalau untuk menghindari jam kerja, gue rasa juga kurang efektif. Justru akan menimbulkan dua kloter kemacetan: berangkat sekolah dan berangkat kerja.
Serba salah, ya? Emang kemacetan di Jakarta ini harus diatasi dengan pemikiran yang ‘bercabang’. Gue ada ide, nih, buat pemda DKI. Tapi ide gue emang susah diterapkan. Tapi nggak ada salahnya beropini. Toh ini juga blog gue, kan. Hehehe………….
Jadi pertama-tama kita bisa mulai dari memperbaiki kinerja angkutan umum. Perbaikan ini menyangkut ketepatan jam, kebersihan, keteraturan pengoperasian (termasuk dilarang ngetem sembarangan, dan dilarang berhenti di sembarang tempat). Busway nggak maalah, asal jamnya jelas, jumlahnya banyak. Lebih seru kalau ada monorail. Ini bisa jadi alternatif pengganti KRL yang suka bikin macet. Kenapa bukan subway? Karena di bawah tanah pengawasannya susah. Bisa-bisa stasiun subway jadi sarang copet dan tindak kriminal lainnya.
Setelah kualitas angkutan umum diperbaiki, bisa diterapkan pembatasan kendaraan pribadi. Untuk yang satu ini gue belum ada ide gimana peraturannya. Tapi yang jelas aturan ini bisa sangat efektif untuk mengurangi kemacetan. Gue rasa kalau kualitas angkutan umum bener-bener bagus, orang juga nggak protes dengan pembatasan jumlah kendaraan pribadi.
Cuman, seperti yang gue tulis sebelumnya, ide gue ini memang susah diterapkan. Biayanya mahal. Sebenernya untuk Jakarta, dimana duit terus berputar (gue denger 70% duit di Indonesia berputar di Jakarta. Sisanya dibagi ke 32 propinsi lainnya. Gila, kan?) itu terasa muda. Tapi ingat, di ibukota ini ada kesulitan untuk mengatasi para pendatang miskin yang kebanyakan susah disuruh tertib. Solusi dengan ‘pengusiran’ juga belum berhasil.
Jadi pada intinya kemacetan adalah hal yang susah diatasi, karena Jakarta terjebak dalam ‘lingkaran setan’ yang nggak putus-putus. Ketika diusahakan tertip, ada pihak-pihak yang dirugikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar