Sabtu, 26 Juli 2008

Cita ngomongin film

Solo, 26 Juli 2008


Sejak film BATMAN The Dark Night diputer tanggal 18 Juli lalu, gue belum juga ke bioskop. Padahal gue cinta banget sama film itu (yah, karena aktornya adalah Christian Bale), dan pengen nonton. Tapi keinginan untuk nonton itu dikalahkan oleh kemalasan gue pergi ke bioskop. Bukannya nggak mau ngeluarin duit, tapi emang dasarnya gue nggak terlalu suka nonton, apalagi di bioskop. Jadi paling-paling gue tunggu DVD-nya keluar aja, deh, terus baru beli.
Ngomong-ngomong film, gue memang bukan tipe movie addict, tapi gue nggak bolot-bolot banget, kok, soal gambar bergerak ini. Gue selalu baca review film dan sering juga nonton Box Office America (sekarang emang masih ada, ya?) atau acara semacam chart film gitu. Cukup gue tahu film apa aja yang lagi booming, dan gimana jalan ceritanya, tapi untuk nonton, mikir-mikir dulu. Kalau gue rasa film itu seru (dari review yang gue baca/tonton) baru, deh, mau bela-belain nonton, tapi kalau cukup ‘ecek-ecek’, sih, nggak lah.
Terahir gue bioskop itu waktu nonton Harry Potter ke-5, itupun gara2 adik gue yang pecinta HP ngajakin nonton. Dan meskipun gue udah hampir dua tahun jadi warga Depok, gue belum pernar nonton biskop di Depok! Ketinggalan banget, ya?
Eh, iya, karena blog ini lagi ngomongin film, makanya gue jadi tertarik untuk berbagi cerita tentang film-film yang pernah gue tonton. Memang nggak terlalu banyak, tapi lumayanlah, siapa tahu bisa rekomendasi yang bagus.

Film favorit gue itu The Pianist (2003), dan itu adalah satu-satunya film yang udah gue tonton lebih dari empat kali! Awalnya nyokap gue iseng nyewa VCD film ini, dan gue juga cuman iseng nonton, tapi akirnya jadi bener-bener suka. Ceritanya sebenarnya standar aja, sih, tentang masa pendudukan Nazi dan kisah seorang Yahudi yang berusaha sembunyi dari pengejaran Nazi. Tapi penggarapan film ini sangat keren. Meskipun ada beberapa adegan yang cukup menyayat hati (salah satu yang paling gue inget adalah saat seorang kakek Yahudi berkursi roda dijatuhkan dari lantai kesekian oleh tentara Nazi), tapi secara keseluruhan film ini memberi pelajaran bahwa kita nggak pernah tahu seberapa hebat kita kalau nggak pernah mengalami kesulitan dalam hidup ini.
Tokoh yang paling gue kagumi dalam film ini adalah Jendral Wilm Hosenfeld. Dia adalah jendral Nazi yang berjasa menyelamatkan si tokoh utama, Wladislaw Szpilman. Hosenfeld langsung jatuh cinta pada permainan piano Szpilman dan secara rutin memberi makanan untuk si Yahudi itu. Sayangnya di akhir film, Hosenfeld harus menerima ketika dia digiring oleh pasukan Rusia setelah Jerman aklah dalam PD II. Tokoh jendral ini cuman muncul sekitar 45 menit di akhir-akhir film, tapi dia menjadi tokoh favorit gue sampai sekarang.
Film ini diambil dari kisah nyata, catatan Szpilman. Dan saking sukanya sama film ini gue sampai baca novelnya. Sayangnya gue kecewa banget sama novelnya. Memang, sih, diceritakan lebih detil, tapi terjemahannya amburadul banget! Gue samapi capek bacanya, saking banyak kata yang ‘aneh’, gue jadi kayak nerjemahin sendiri.
Gue sangat merekomendasikan film ini arena nggak cuman gue yang bilang kalau film ini keren, tapi festival-festival bergengsi juga banyak memberi penghargaan pada The Pianist. Film ini meraih Palme D’Or di Cannes, Aktor Terbaik di Oscar (untuk Adrien Brody), dan tiga penghargaan di BAFTA (tapi gue lupa untuk kategori apa)
Selain film The Pianist, film Nazi lain yang menurut gue keren banget adalah The Downfall (Der Untergang). Film ini adalah film Jerman dengan dialog bahasa Jerman pula, tapi meskipun musti susah payah untuk mengerti bahasanya, gue sangat menikmati nonton film ini. Ceritanya tentang hari-hari terakhir masa hidup Adolf Hitler, setelah Jerman kalah dari Rusia.
Nggak ada tokoh favorit dalam cerita ini tapi secara keseluruhan film ini keren banget. Mulai dari plot, setting, kostum, sampai aktornya oke banget. Film ini udah banyak meraih penghargaan internasional, termasuk nominasi Film Asing Terbaik di Oscar (gue lupa tahun berapa). Dan actor utama film ini, Bruno Ganz, mainnya bagus.
Film lain yang gue rekomendasikan adalah Amadeus. Ini film tentang kehidupan Mozart dari sudut pandang pesaingnya, Antonio Salieri. Emang, sih, film ini cukup jadul (1984), tapi sampai sekarang masih enak ditonton. Amadeus mendapat penghargaan Oscar untuk film terbaik tahun 1984.
Kalau suka film drama (tapi bukan drama romantis), Rainman sangat keren untuk ditonton. Ini film buatan tahun 1989, nggak heran kalau setting, baju, dan gambarnya sangat ‘kuno’. Ceritanya dimulai ketika Charlie Babbit (Tom Cruise) dikasih tahu kalau ayahnya meninggal. Charlie yang sejak bertahun-tahun yang lalu kabur dari rumah karena marahan sama ayahnya, menanggapi kematian itu dengan biasa-biasa aja. Dia malah berpikir bakal segera menadapatkan warisan dari bokapnya yang memang tajir banget. Tapi dia kaget ketika cuman dapet 1 juta dollar, sedangkan sisanya diberikan pada seorang pria bernama Raymond (Dustin Hoffman). Lebih kaget lagi ketika dikasih tahu kalau Raymond yang autis itu adalah kakak kandungnya! Charlie merasa dia adalah anak tunggal dan nggak punya saudara, eh, tiba-tiba ada seorang yang ‘mengaku’ kakak kandung dan selisih usianya terpaut 18 tahun dari Charlie.
Penasaran dengan Raymond, Charlie akhirnya pergi ke rehabilitasi khusus autis, dan menculik Raymond dengan harapan agar pengacara bokapnya mau memberikan sisa warisan duit itu pada Charlie, atau kakaknya itu nggak bakal balik lagi ke panti. Sepanjang penculikan itu, Charlie akhirnya mengalami petualangan bersama Raymond yang membuat dia sadar bahwa Raymond bukanlah ‘musuh’ untuk memperoleh warisan, tapi seorang kakak yang sangat menyayangi adiknya. Akhir cerita film ini bikin gue nangis saking terharunya. Nggak heran, deh, kalau Rainman dapet Oscar juga.
Sebenarnya disamping tiga film yang gue tulis di atas, masih ada film-film lain yang menurut gue keren. Film Goya’s Ghost juga oke. Yang main Natalie Portman, dan Javier Bardem (aktingnya di film ini keren banget). Sutradanya adalah Milos Forman, yang bikin Amadeus. Tapi sayangnya film ini cuman diedarkan secara terbatas. Gue beruntung bisa nonton lewat DVD (thanks to Jen). Kalau mau film yang susah ditebak endingnya, nonton The Prestige, deh. Dijamin kita nggak bakal nyangka kalau tenyata selama film diputer, kita ‘ditipu’ dan merasa ‘bego’ banget’ karena nggak memperhatikan hal2 kecil yang sebenarnya jadi kunci dari film ini. Gue rekomendasikan juga Good Will Hunting. Selain karena yang man adalah Mat Damon, juga kerena ceritanya keren banget, sarat pesan moral, deh (menag scenario terbaik di Oscar!).

Tulisan di atas cuman pendapat gue, lho. Boleh aja kalau kecewa sama film-film pilihan gue. Namanya juga rekomendasi……

Tidak ada komentar:

Posting Komentar