Rabu, 23 Juli 2008

Membandingkan Indonesia dengan Barat


Rabu, 23 Juli 2008

Lagi-lagi gue “on” untuk menganalisis hal-hal yang remeh tapi cukup menganggu gue. Ini berawal dari “La Seamine de La Francophonie” pertengahan Maret yang lalu. Waktu itu gue datang ke acara seminar jurusan tentang topik serba Prancis, diantaranya pariwisata dan imigran. Salah seorang narasumber dalam cermahnya mengatakan suatu kalimat yang cukup membuat gue tertarik untuk mikir. Kira-kira inti kalimatnya begini: Prancis telah berhasil mendatangkan lebih dari seratus juta turis tiap tahunnya, sedangkan Indonesia dalam rangka program “Visit Indonesia 2008” hanya mencanangkan sekitar 2 juta turis manca negara.
Dari situ gue mulai kepikiran suatu hal: perbandingan Indonesia dan Prancis. Lebih jauh lagi, akhirnya gue menyadari suatu ‘kebiasaan’ yang ternyata juga sering dilakukan oleh gue dan orang-orang: membandingkan Indonesia dengan negara-negara Barat. Lama-lama gue rasa, kok, ‘kebiasaan’ ini agak nggak bagus, ya. Bukan berarti gue nggak mau negara ini maju tapi menurut gue ‘kompetitor’ Indonesia bukanlah negara-negara Barat. Membandingkan Indonesia dengan negara Barat adalah hal yang nggak adil.
Kita sering membicarakan bagaimana Prancis bisa bikin TGV, atau Jerman punya subway yang canggih, on time, dan nggak berisik kayak kereta di sini. Ketika selesai ‘memuji’ negara-negara bule itu kita lalu melihat Indonesia yang belum punya subway, angkutan daratnya juga udah ketinggalan zaman, dsb. Melihat fakta ini, pernah, nggak kita berpikir sesuatu yang kayaknya lebih realistis: Indonesia belum ‘setua’ negara-negara bule.
Fakta yang musti kita ingat dalam hal ini adalah si Bule-Bule itu sudah lebih dulu berperadaban (inget, kan, kita mulai masuk zaman sejarah sejak sekitar abad 4 atau 5 M. Sementara Yunani udah beribu-ribu tahun sebelum Masehi), dan yang lebih penting kolonialisasi sangat memegang peranan dalam hal kemajuan negara Barat dan kemunduran Indonesia.
Kenapa negara ini masih ‘terbelakang’ terutama dalam hal teknologi dan ekonomi? Karena kita pernah dijajah oleh Bule lebih dari 350 tahun (ingat Portugis dan Spnayol yang datng sebelum Belanda?). Ketika kita akan maju, maka ‘kemajuan’ kita dirampas oleh penjajah. SDA kita diminta oleh mereka. Kalau tokoh-tokoh kita menemukan ilmu atau pengetahuan baru, maka ilmu itu akan ‘dipatenkan’ oleh penjajah. Malahan ketika kita mau pintar saja, nggak boleh.
Hal-hal di atas terjadi selama beratus-ratus tahun. Sedangkan di Barat, semuanya bebas, nggak ada yang merampas. Yang ironis, ‘ilmu rampasan’ dari negri jajahan dikembangkan oleh Barat dan ‘diakui’ sebagai made in The West. Dengan keadaan ini wajar, dong, kalau kita ketinggalan terus.
Kita boleh mengeluhkan negri ini yang hobi korupsi, tapi kalau dari segi ekonomi dan teknologi kita ketinggalan, ya itu logis. Baru 63 tahun kita bebas merdeka untuk menjadi ‘diri sendiri’, sedangkan Barat udah bergerak ribuan tahun lebih awal. Justru nggak adil kalau kita mengeluh “kenapa, ya, Indonesia belum punya metro?”, “kenapa negri ini belum bisa bikin mobil secanggih Mercy?”. Well, kita masih ‘bayi’.
Indonesia layak disebut ketinggalan kalau dibandingkan dengan Vietnam, atau Jepang misalnya. Ini karena dua negara itu sama-sama negara jajahan, tapi hebatnya mereka jauh lebih maju dibanding negri ini. Membandingkan negri ini dengan dua kekuatan Asia itu jelas adil. Tapi jika Indonesia dibandingkan dengan Eropa, itu ibarat membandingkan professor dengan mahasiswa baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar